KONSELING UPAYA BERHENTI MEROKOK UNTUK MEMBANTU PEROKOK TERLEPAS DARI JERAT KETERGANTUNGAN ROKOK

Berhenti merokok bukanlah sesuatu hal yang mudah dilakukan bagi pencandu rokok dikarenakan adiksi/kecanduan nikotin yang menjadi salah satu faktor kendala berhenti merokok bila dilihat dari aspek biologis atau fisiologis. Nikotin menempati ranking pertama yang menyebabkan kematian, adiksi, dan tingkat kesulitan untuk tidak menggunakan lagi dibandingkan dengan 4 zat lain seperti kokain, morfin, kafein dan alkohol. Di samping itu strategi yang dilakukan oleh pemilik modal (industri rokok) untuk promosi produk melalui iklan layanan masyarakat berbagai media dan sponsorship suatu kegiatan yang sasarannya generasi muda seperti ajang olah raga, konser musik, dan even lainnya, yang secara tidak sadar mempromosikan rokok kepada generasi muda yang berpartisipasi pada ajang tersebut.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik yang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional jumlah Persentase Merokok pada Penduduk Usia ≥ 15 tahun di Indonesia tahun 2022 adalah 28,26 %, tahun 2021 sebesar 28,96%, dan tahun 2020 sebesar 28,69%. Dapat dilihat bahwa ada penurunan sebesar 0,70% dari tahun 2021 ke tahun 2022, walaupun ada peningkatan jumlah dari tahun sebelumnya.
Hasil Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 yang diluncurkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terjadi penambahan jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang, yaitu dari 60,3 juta pada 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada 2021. Meskipun prevalensi merokok di Indonesia mengalami penurunan dari 1,8% menjadi 1,6%.
Indonesia merupakan negara peringkat ketiga untuk jumlah perokok terbanyak setelah China dan India. Kekhawatiran pemerintah semakin bertambah dengan adanya peningkatan jumlah perokok di Indonesia yang mana angka jumlah perokok terus makin meningkat terutama pada anak-anak dan remaja di usia 15-19 tahun. Padahal, tingginya prevalensi perokok berbanding lurus dengan dengan penyakit tidak menular yang disebabkan oleh kebiasaan buruk merokok. Karena itu, peningkatan jumlah perokok inipun akan semakin menambah beban biaya ekonomi dan sosial.
Kementerian Kesehatan menghimbau agar media dapat turut berperan untuk menggaungkan kepada anak muda bahwa merokok itu bukan sesuatu yang baik dan akan mengganggu kesehatan saat usia lanjut. Komplikasi bahaya rokok akan membawa implikasi pada pembiayaan jangka panjang. Hal ini disebabkan risiko berbagai macam penyakit seperti penyakit jantung, pembuluh darah, dan kanker dapat meningkat setelah penggunaan rokok dalam waktu panjang.
Hasil dari survei GATS 2021 adalah 2/3 dari perokok ternyata ingin berhenti. Terkait hal itu Kemenkes telah menyediakan layanan untuk berhenti merokok di fasilitas kesehatan melalui konseling Upaya Berhenti Merokok (UBM). WHO berharap pemerintah Indonesia dapat berperan dalam penurunan prevalensi penggunaan tembakau di dunia. Khususnya, untuk mencapai target SDGs mengurangi prevalensi penggunaan tembakau sebanyak 40% di tahun 2030.
Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa kebiasaan merokok akan menurunkan kemampuan ekonomi keluarga miskin yang banyak terdapat di negara berkembang. Berhenti merokok akan memberikan peluang lebih besar dalam mengalokasikan sumber daya keuangan untuk menyediakan makanan bergizi bagi keluarga, pendidikan dan upaya memperoleh pelayanan kesehatan terlebih lagi dapat mengurangi risiko penyakit tidak menular yang diakibatkan oleh rokok. Penyebab utama kegagalan berhenti merokok salah satunya adalah ketidaktahuan masyarakat mengenai cara untuk berhenti merokok.
Pengendalian masalah kesehatan akibat tembakau dan penyakit tidak menular perlu dilakukan secara komprehensif, terintegrasi, dan berkesimbungan dengan melibatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Untuk itu, Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya, seperti membuat jejaring kerja dengan LSM, perguruan tinggi dan masyarakat madani dalam pengendalian tembakau dan penyakit tidak menular ; Melakukan inisiasi pengembangan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di berbagai daerah ; Mengembangkan KIE melalui media masa ; Melakukan peningkatan kapasitas tingkat nasional dan lokal, dan Deklarasi perlindungan anak dari bahaya rokok.
Untuk mengoptimalkan dukungan layanan UBM di fasyankes, perlu dipersiapkan tenaga kesehatan yang ditunjuk sebagai konselor yang sebelumnya telah mendapatkan pelatihan konseling. Penyelenggaraan layanan UBM di FKTP memiliki peran strategis dalam membantu masyarakat yang ingin berhenti merokok karena FKTP merupakan sumber layanan kesehatan yang utama dan sangat dekat keberadaannya dengan masyarakat. Pelayanan kesehatan di FKTP memiliki paparan ke masyarakat pada jangka waktu lama dan membangun hubungan dekat dengan komunitas. Maka dari itu, penting bagi tenaga kesehatan di FKTP untuk dapat memberikan konseling UBM, mengedukasi masyarakat agar menjauhi rokok dan asap rokok, serta membantu perokok untuk berhenti dan terlepas dari jerat ketergantungan rokok.

 

Oleh : Hari Fitriani – FETP UNAIR Angkatan 2022
NIM : 294221014

Leave a Reply